
Imam Husein as dilahirkan di kota Madinah pada 3 Syaban 4 H. Ia lahir dan dibesarkan di tengah didikan dan bimbingan luhur, Rasulullah saw, Imam Ali dan ibunda tercintanya, Sayyidah Fatimah Az-Zahra as, hingga mengantarkannya menuju derajad kemanusiaan yang paling luhur. Rasulullah saw menyebut Imam Husein as sebagai belahan jiwanya dan penghulu pemuda surga. Hati dan jiwa Nabi as dipenuhi dengan rasa cinta kepada kedua cucu tersayangnya, Imam Husein as dan saudaranya, Imam Hasan as.
Salah seorang sahabat Rasulullah bercerita, suatu kali ia melihat Rasulullah keluar dari rumahnya sambil menggendong Husein as di satu sisi, dan Hasan as di sisi lainnya. Sekali waktu ia mencium Husein, dan selanjutnya mencium Hasan. Sampai kemudian ia menemuiku dan berkata, "Barang siapa yang mencintai mereka (Hasan dan Husein as), sejatinya ia mencintai aku. Dan barang siapa yang memusuhi mereka, maka ia memusuhi aku juga".
Imam Husein adalah sosok yang istimewa dari berbagai sisi. Selain memiliki pesona lahir yang begitu memikat, kemampuan susastra dan tutur katanya begitu mempesona. Ucapan Imam Husein as tidak hanya selalu memperhatikan kaidah logika dan mengandung pemikiran yang rasional semata, tapi juga mampu memikat setiap kalbu dengan keindahan tutur katanya. Khalifah Bani Umayah, Muawiyah juga mengakui kepiawaian lisan Imam Husein as. Kepada salah seorang sahabatnya, Muawiyah berkata, "Jika suatu hari engkau memasuki masjid Nabawi dan melihat banyak orang duduk terdiam dan menyimak dengan seksama pembicaraan seseorang, ketahuilah bahwa yang berbicara itu tak lain adalah Husein bin Ali as yang tengah berbicara di hadapan masyarakat".
Sebegitu dalamnya pengaruh ucapan Imam Husein as terhadap masyarakat di masa itu, sampai-sampai tiap kali terdengar adanya upaya untuk menyesatkan masyarakat, masyarakat pun bangkit untuk menolak upaya tersebut. Dalam salah satu ucapannya, Imam Husein as berkata, "Wahai umat manusia! Tidakkah kalian melihat bahwa kebenaran tak lagi diamalkan dan tak ada lagi yang melarang kebatilan? Dalam kondisi semacam ini, sudah selayaknya jika seorang manusia membela kebenaran".
Imam Husein as merupakan pembela nilai-nilai agama dan penjaga sunnah nabi. Ia senantiasa berjuang tanpa kenal lelah untuk merealisasikan cita-cita Islam. Salah satu jasa terbesar beliau adalah menghidupkan kembali Islam dan nilai-nilai luhur yang telah dilupakan. Jika Nabi Muhammad saw dikenal sebagai pembawa agama Islam, maka Imam Husein adalah pemimpin yang melindungi dan menjaga agama suci itu.
Meski, kepergian Rasulullah saw tak lebih dari setengah abad, namun tanda-tanda pelbagai penyimpangan dan kesesatan di tengah umat terlihat makin nyata. Nilai-nilai moral tak lagi diindahkan. Egoisme dan sikap mengejar kenikmatan duniawi telah menjadi kultur umum masyarakat di masa itu. Di sisi lain, para penguasa Bani Umayah memanfaatkan agama untuk kepentingan dan kekuasaannya semata. Mereka menafsirkan dan menyelewengkan ajaran Islam hanya untuk kepentingannya serta menyeret umat menuju kemunduran.
Tentu saja dalam situasi semacam itu, Imam Husein as tidak bisa tinggal diam begitu saja menyaksikan runtuhnya budaya dan cita-cita Islam. Karena itu ia bangkit menentang seluruh penyimpangan dan ketidakdilan. Ia percaya, kebangkitannya itu niscaya akan berpengaruh besar terhadap masa depan agama Islam. Maka, dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya, Imam Husein as pun bangkit menentang segala bentuk ketidakadilan, terutama yang dilakukan oleh penguasa Bani Umayah di masa itu.
Padang Karbala merupakan saksi perjuangan dan pengorbanan Imam Husein dan sahabat-sahabatnya yang setia demi mempertahankan kemurnian ajaran Islam. Karena itu, Allah swt lantas mengabadikan dan memuliakan posisi Imam Husein as baik dunia maupun di akhirat. Sejatinya, landasan perjuangan Imam Husein as adalah mengamalkan tugas Ilahi yang menjadi tanggung jawabnya. Tentu saja di mata seorang manusia yang berjuang hanya untuk memperoleh keridhoan Allah swt, kekalahan lahir tidaklah berarti. Sejatinya, kesyahidan Imam Husein as dan para sahabatnya justru menghapus debu-debu kejahilian dan kezaliman yang menyelimuti umat di masa itu dan menyinarinya lebih terang lagi.
Salah satu jelmaan terindah dari kepribadian Imam Husein adalah hubungan cintanya yang begitu mendalam dengan Sang Khaliq. Tak syak, ibadah yang tulus dan didasari dengan cinta, niscaya akan membekaskan pengaruh yang begitu mendalam terhadap kesempurnaan spiritual seorang insan. Imam Husein as telah berhasil mencapai peringkat luhur ubudiyah. Wujud beliau telah sebegitu rupa leburnya dengan cinta dan ibadah hingga menjadikan Imam Husein sebagai sosok manusia suci yang sulit dicari bandingannya.
Pada dasarnya, pengetahuan dan penghambaan Imam Husein terhadap Allah swt merupakan landasan perjuangan revolusioner Imam Husein as. Kebaikan, kebijaksaan, dan rasa cintanya yang begitu mendalam kepada Allah swt, menjadikan sosoknya laksana magnet yang menarik setiap arif dan pesuluk spiritual mendekat dan berkumpul di sisi Imam Husein as. Mereka belajar kebebasan, keberanian, keadilan, dari cinta ilahi dari Imam Husein.
Dalam salah satu ucapannya, Imam Husein as menuturkan, "Wahai umat manusia, Allah swt tidak menciptakan hamba-hambanya kecuali untuk mengenal Dia, dan jika sudah mengenal-Nya, maka mereka pun menyembahNya". Lewat tuturannya ini, Imam Husein as sebenarnya hendak menekankan bahwa filosofi penciptaan manusia tak lain adalah makrifatullah. Sebab, lewat pengetahuan inilah, manusia bisa lepas dari ikatan duniawi dan hawa nafsunya. Kebebasan sejati hanya bisa dicapai lewat penghambaan diri kepada Allah swt.
Di bagian lain ucapannya, Imam Husien as berkata, "Wahai umat manusia, hiduplah kalian dengan nilai-nilai moral yang luhur dan berlomba-lombalah kalian untuk memperoleh bekal kebahagiaan. Jika kalian berbuat baik kepada seseorang, namun ia tak membalas kebaikanmu, janganlah khawatir. Sebab Allah swt akan memberimu ganjaran yang terbaik. Ketahuilah, kebutuhan masyarakat kepada kalian merupakan nikmat ilahi. Maka, jangan kalian lewatkan kenikmatan itu supaya kalian bisa terhindar dari azab ilahi."
Imam Husein as juga pernah berkata, "Barang siapa yang terjebak dalam kesulitan dan ia tak tahu mesti berbuat apa lagi, maka kasih sayang dan bersikap lemah lembut dengan masyarakat merupakan kunci untuk menyelesaikan persoalannya".
Imam juga menuturkan, "Insan yang paling pemaaf adalah seseorang yang memaafkan saat ia berada di puncak kekuasaannya". (irib, @ama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar