
Kecintaan sebagian syî’ah dan kepengikutannya terhadap Nabi serta Ahlulbaitnya, boleh jadi hanya sebatas klaim saja, atau dialamatkan orang kepadanya sebagai syî’ah sementara perilakunya berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya sehingga mereka tidak menjadi penghias Ahlulbait, maka Imam Ja'far Al-Shâdiq as membagi syî'ah kepada tiga kelompok sebagaimana telah disebutkan di atas.
Syî'ah yang benar-benar syî'ah itu, biasanya dalam penyebutannya suka disandarkan kepada Nabi, 'Ali atau Ahlulbait lainnya, misalnya syî'atunâ (syî'ah kami), syî'atu 'Aliyyin (syî'ah 'Ali), syî'atu Ja'far (syî'ah Ja'far) dan sebagainya. Atau seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Quran, Dan sesungguhnya di antara syî'ah-nya itu adalah Ibrâhîm. (Sûrah Al-Shâffât ayat 83)
Rasûlullâh saw dan Ahlubaitnya mendefinisikan syî'ah-nya itu dari sisi ketaatannya kepada Allah 'azza wa jalla, dari segi kekuatannya dalam beribadah kepada-Nya, dari kepeduliannya terhadap sesamanya dan dari kemuliaan akhlak dan budi pekertinya. Oleh karena itu perhatikan akhlak syî'ah yang sesungguhnya menurut Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya.
Rasûlullâh saw bersabda, "Sesungguhnya syî'ah kami itu adalah orang-orang yang benar-benar mengikuti kami dalam amal-amal kami."
Imam 'Ali bin Abî Thâlib as berkata, "Syî'ah-ku demi Allah, mereka itu adalah orang-orang yang sabar, berilmu, mengenal Allah dan ajaran-Nya, taat menjalankan perintah-Nya, mendapat petunjuk dengan kecintaan kepada-Nya, kuat dalam ibadahnya, langgeng kezuhudannya, pucat pasi wajahnya (dikarenakan panjangnya shalat malam), layu matanya (karena kurang tidur), kering bibirnya (karena banyak berdzikir atau puasa), kempis perutnya (karena tidak banyak makan), mereka dikenal ke-ruhbâniyyah-annya (cahayanya) pada muka-mukanya dan kependetaannya (kemuliannya) pada kelakuannya, mereka laksana pelita yang menerangi setiap yang gelap, jika mereka hadir mereka tidak begitu dikenal (sebagai orang terkemuka) dan apabila mereka tidak hadir, orang-orang tidak merasa kehilangan (sebab mereka tidak dianggap penting). Mereka itu syî'ah-ku yang baik dan saudara-saudaraku yang mulia. Duhai alangkah rindunya aku kepada mereka."
Imam 'Ali bin Abî Thâlib as berkata kepada Nauf, "Syî'ah-ku wahai Nauf adalah orang-orang yang layu bibirnya (karena banyak berdzikir), yang kempis perutnya (karena tidak banyak makan), ruhbân (ahli ibadah) di malam hari dan bagaikan singa (bukan pemalas) di siang hari. Apabila malam telah larut, mereka ikatkan kainnya di tengah-tengah (badannya) dan mengenakan selendang di ujung-ujungnya, mereka berdirikan kakinya (dalam shalat malam) dan mereka hamparkan dahinya (lama dalam bersujud). Apabila siang telah tiba, mereka adalah orang-orang yang santun, berilmu, ahli kebaikan dan ber-taqwâ. Mereka jadikan bumi sebagai hamparan, air sebagai wewangian (untuk berwudhu) dan Al-Quran sebagai syi'ar. Jika mereka hadir, mereka tidak begitu dikenal dan apabila mereka tidak ada orang-orang tidak merasa kehilangan. Mereka tidak melolong seperti lolongan anjing dan tidak tamak seperti ketamakan burung gagak. Jika mereka melihat orang yang beriman, mereka memuliakannya dan apabila mereka melihat orang fâsiq, mereka menjauhinya. Keburukan dari mereka tidak ada dan kalbu-kalbu mereka disedihkan (karena merasa sangat sedikit berbuat kebaikan atau merasa banyak dosa). Kebutuhan mereka enteng dan jiwa-jiwa mereka suci, badan-badan mereka berbeda-beda (berlainan suku bangsa), namun hati-hati mereka bersatu. Mereka itu syî'ah-ku, demi Allah, wahai Nauf."
Imam 'Ali bin Abî Thâlib as berkata, "Syî'ah kami adalah orang-orang yang mencurahkan pembelaan kepada kami, mereka saling cinta-mencintai dalam kecintaan kepada kami, mereka saling berkunjung dalam menghidupkan ajaran kami, jika mereka marah, maka marahnya tidak sampai kepada berbuat aniaya dan apabila mereka rela, maka relanya tidak sampai melampaui batas. Kehadiran mereka adalah berkah bagi setiap orang yang bertetangga dengannya dan kedamaian untuk orang-orang yang bergaul dengannya."
Imam 'Ali bin Abî Thâlib as berkata, "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi telah melihat ke bumi, kemudian Dia memilih kami dan memilihkan untuk kami syî'ah yang membela kami, yang gembira dengan kegembiraan kami, yang bersedih dengan kesedihan kami, mereka korbankan harta dan jiwa demi membela kami, maka mereka itu dari kami, kepada kami dan bersama kami di dalam surga-surga."
Imam Ja'far Al-Shâdiq as berkata, "Syî'ah kami adalah ahli warâ' (sifat hati-hati agar tidak melanggar) dan ijtihâd (bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya), ahli dalam menyempurnakan janji dan menyampaikan amanat, ahli zuhud (tidak gembira dengan harta yang datang dan tidak berduka atas harta yang hilang) dan shalat mereka lima puluh satu rakaatdalam sehari semalam, mereka puasa di siang hari, mereka mensucikan hartanya (dengan zakat, infâq, khumus atau sedekah), mereka menunaikan haji ke Baitullâh dan mereka menjauhi segala sesuatu yang diharamkan."
Imam Ja'far Al-Shâdiq as berkata, "Syî'ah kami adalah orang-orang yang mempersembahkan amal yang baik, mereka menahan diri dari perbuatan yang tidak baik, mereka tampakkan yang indah, mereka bersegera kepada perkara yang mulia, sebab mereka mengharapkan rahmat Tuhan Yang Maha Mulia. Maka mereka itu dari kami, kepada kami dan bersama kami di mana pun kami berada."
Imam Ja'far Al-Shâdiq as berkata, "Sesungguhnya syî'ah 'Ali itu adalah orang-orang yang menjaga perut dan kemaluannya (dari yang syubhat dan yang haram), mereka itu kuat jihadnya, berkerja karena Allah Penciptanya, mengharap pahala-Nya dan takut akan siksa-Nya. Dan apabila kalian melihat orang-orang seperti itu, maka mereka itulah syî'ah Ja'far."
Imam Ja'far Al-Shâdiq as berkata, "Ujilah syî'ah kami ketika datang waktu-waktu shalat, bagaimana mereka memperhatikannya (bersegera shalat atau tidak); kepada rahasia kami, bagaimana mereka menjaganya di sisi musuh-musuh kami dan kepada harta benda mereka, bagaimana bantuan dan sosialnya kepada ikhwân-nya (saudara-saudaranya se-Islam)."
Imam Ja'far Al-Shâdiq as berkata, "Syi’ah kami adalah orang-orang yang saling menyayangi di antara mereka…” (Bihârul Anwâr 71/258)
Imam Muhammad Al-Bâqir as berkata kepada Jâbir Al-Ju’fî, "Wahai Jâbir! Sampaikan salam dariku kepada syi’ah-ku dan beri tahukan kepada mereka bahwa tidak ada kedekatan di antara kami dan Allah ‘azza wa jalla, dan seseorang tidak bisa dekat kepada-Nya, kecuali dengan ketaatan. Wahai Jâbir! Siapa yang taat kepada Allah dan mencintai kami, dialah wali kami, dan siapa yang tidak taat kepada Allah, maka kecintaannya kepada kami tidak berguna baginya.” (Mizânul Hikmah 2: 238)
Imam Muhammad Al-Bâqir as berkata, "Janganlah kalian tertipu oleh berbagai pendapat tentang syî'ah, maka demi Allah syî'ah kami itu adalah orang-orang yang patuh kepada Allah."
Imâm Muhammad Al-Bâqir as berkata, "Syî'ah kami tiada lain melainkan orang-orang yang ber-taqwâ kepada Allah serta taat kepada-Nya; mereka tidak dikenal, kecuali dengan sifat tawâdhu' (rendah hati) dan khusyû' (dalam beribadah); menunaikan amanat; banyak mengingat Allah, berpuasa dan shalat; berbuat kebaikan kepada kedua orang tua; membantu para tetangga yang faqîr, yang miskin, yang punya utang dan anak-anak yatim; jujur dalam berbicara; rajin membaca Al-Quran; menahan lidah dari menggunjing orang selain dengan kebaikan, dan mereka itu adalah orang-orang kepercayaan masyarakatnya dalam berbagai persoalan."
Imam Muhammad Al-Bâqir as berkata, "Demi Allah, kami tidak punya keterlepasan diri (barâ`ah) dari Allah dan tidak ada kedekatan (qarâbah) antara kami dan Allah, kami tidak punya hujjah atas Allah dan kami tidak bisa dekat kepada Allah kecuali dengan ketaatan. Barangsiapa di antara kamu yang taat kepada Allah, maka kecintaannya kepada kami akan bermanfaat, tetapi siapa di antara kamu yang tidak taat kepada Allah, maka kecintaannya kepada kami tidak berguna baginya. Celakalah kalian! Jangan kalian tertipu! Celakalah kalian! Jangan sampai kalian tertipu!.” (Mizânul Hikmah 2: 238-239)
Abû Ismâ’îl berkata kepada Imam Muhammad Al-Bâqir as, ”Kujadikan diriku sebagai tebusanmu, sesungguhnya syî’ah di daerah kami itu banyak.” Kemudian beliau bertanya, “Apakah orang yang kayanya menyantuni orang miskinnya? Apakah orang yang berbuat kebaikan memaafkan orang yang salahnya? Dan apakah mereka saling membantu?” Saya jawab, “Tidak.” Lalu beliau berkata, “Mereka itu bukan syi’ah, syi’ah itu orang yang mengamalkan hal ini.” (Bihârul Anwâr 71/254)
Imam Hasan Al-'Askari as berkata, "Syî'ah 'Ali as itu adalah orang-orang yang berada di jalan Allah, mereka tidak peduli apakah kematian menimpa mereka ataukah mereka yang menyongsong kematian. Syî'ah 'Ali itu adalah orang-orang yang mengutamakan ikhwân-nya di atas diri-diri mereka sendiri walaupun mereka dalam keadaan kekurangan, dan mereka itu orang-orang yang Allah tidak melihat mereka melanggar larangan-Nya, dan Dia tidak kehilangan mereka dari apa yang diperintahkan-Nya. Dan syî'ah 'Ali itu adalah orang-orang yang mengikuti 'Ali dalam hal memuliakan saudara-saudaranya yang beriman.”
Itulah di antara ciri-ciri orang syî'ah yang sesungguhnya. Kalaulah kita mengaku-ngaku sebagai syî'ah Nabi dan Ahlulbait, kayaknya tidak begitu etis, seperti halnya sebagian orang Arab yang mengaku-ngaku beriman padahal belum nyata taatnya, maka turunlah ayat keempat belas dari sûrah Al-Hujurât menegur mereka, Dan berkatalah orang-orang A'rab: Kami telah beriman. Katakanlah: Kalian belum beriman, tetapi katakanlah: Kami telah masuk Islam…
Jadi syî'ah yang sesungguhnya itu identik dengan mu'minîn, dan seandainya kita dituduh orang sebagai syî'ah--puji bagi Allah--mudah-mudahan saja tuduhan itu menjadi kenyataan sebagai syî'ah Rasûlullâh dan Ahlulbaitnya. Âmîn!
Syî'ah yang ke Surga
Allah 'azza wa jalla berfirman, Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, mereka itu sebaik-baik makhluk, balasan buat mereka di sisi Tuhannya adalah surga 'Aden yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya, Allah rela kepada mereka dan mereka rela kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi mereka yang takut kepada Tuhannya.
Ibnu 'Abbâs berkata, "Ketika turun ayat Innal ladzîna âmanû wa 'amilush shâlihâti ulâika hum khairul bariyyah. Rasûlullâh saw berkata kepada 'Ali, 'Dia itu adalah kamu dan syî'ah-mu, pada hari kiamat mereka itu rela dan mendapatkan rela.'"
Jâbir bin 'Abdullâh berkata, "Ketika kami sedang berada di sisi Nabi saw tiba-tiba datang 'Ali, kemudian Nabi saw berkata, 'Demi yang diriku dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang ini ('Ali) dan syî'ah-nya benar-benar beruntung pada hari kiamat.' Kemudian turun ayat, Innal ladzîna âmanû wa 'amilush shâlihâti ulâika hum khairul bariyyah. Adalah para sahabat Nabi saw apabila 'Ali as datang, mereka bilang, 'Telah datang khairul bariyyah.'"
Dari Jâbir bin Yazîd, dari Imam Muhammad Al-Bâqir as berkata, "Ummu Salamah, istri Nabi saw telah ditanya tentang 'Ali bin Abî Thâlib as, beliau menjawab, 'Aku mendengar Rasûlullâh saw berkata, 'Sesungguhnya 'Ali dan syî'ah-nya, mereka itu orang-orang yang beruntung.'"
Syî'ah Nabi dan Ahlulbaitnya adalah ahli surga, mereka akan menempati surga-surga yang tinggi dan mereka termasuk rombongan pertama yang masuk ke dalam surga bersama-sama Rasûlullâh saw. Imâm 'Ali bin Abî Thâlib as mengadukan kedengkian orang kepada Rasûlullâh saw, kemudian beliau berkata, "Wahai 'Ali! Ada empat orang yang pertama-tama masuk ke dalam surga, yaitu aku, kamu, Hasan dan Husain. Keturunan kita di belakang kita, pecinta kita di belakang keturunan kita sedangkan syî'ah-syî'ah kita di sebelah kanan kita dan di sebelah kiri kita."
Setiap pencinta Nabi dan Ahlulbaitnya belum tentu menjadi syî'ah-nya, karena kecintaan itu perlu kepada pembuktian, yaitu kepengikutan secara lahir dan batin. Tetapi setiap syî'ah-nya pasti pecintanya. Apabila kita tidak taat kepada Allah, maka kita bukan syî'ah Rasûlillâhi wa ahli baitih.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar