15. Syi'ah Ja'fariyah meyakini bahwa12 imam itu ialah :
1. Imam Ali bin Abi Thalib Al-Mujtaba a.s.
2. Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.
3. Imam Husain Sayyid Asy-Syuhada a.s. (keduanya adalah putra Imam Ali dan Sayidah Fatimah a.s. dan cucunda Nabi saw.
4. Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s.
5. Imam Muhammad bin Ali Al-Bagir a.s.
6. Imam Ja'far bin Muhammad Al-Shadiq a.s.
7. Imam Musa bin Ja'far Al-Khadzim a.s.
8. Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.
9. Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad-At-Taqi a.s.
10. Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi- An-Naqi) a.s.
11. Imam Hasan bin Ali Al-'Askari a.s.
12. Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi Al-Muntazhar a.s. yang dijanjikan dan dinantikan.
Para ahli sastra unggulan dari luar mazhab Syi'ah, baik dari kalangan Arab ataupun Ajam, telah membuat bait-bait syair secara terinci yang memuat nama-nama 12 imam seperti: Haskafi, Ibnu Thulun, Fadhl bin Ruz Dahan, Al-Jamiy' Athar Naisyabur dan Maulawi mereka dari pengikut Abu Hanifah, Syafi'i dan selainnya. Di sini kami hanya sebutkan dua kasidah sebagai contoh: pertama kasidah Haskafi Al-Hanafi,ulama abad ke-6 Hijriah:
"Haidar (gelar imam Ali) dan setelahnya Hasan dan Husain, kemudian,
Ali Zainal Abidin dan putranya Muhammad Al-Bagir.
Ja'far Al-Shadiq dan putranya Musa Al-Khazim, dan setelahnya.
Ali (Ar-Ridha)yang menjadi waliyul Ahad, kemudian putranya Muhammad (Al-Jawad).
Kemudian Ali (Al-Hadi) dan putranya yang benar dan jujur, Hasan (Al-Askari).
Yang selanjutnya Muhammad bin Hasan yang diyakini oleh orang-orang bahwa mereka adalah imam-imamku, tuanku.
Meskipun orang-orang mencaciku dan mendustakannya dan mencaci para imam, ketahuilah, muliakanlah mereka para imam yang namanya telah terjaga dan tidak bisa ditolak.
Mereka itu hujah-hujah Allah atas hamba-hamba-Nya mereka adalah jalan dan tempat tujuan.
Mereka di waktu siang berpuasa untuk Tuhan, dan di malam hari mereka ruku' dan sujud dihadapan Tuhan-Nya".
Qasidah yang kedua dari Syamsuddin bin Muhammad bin Thulun Ulama abad ke-10 Hijriah, ia mengatakan:
"Kalian harus berpegang pada 12 imam dari keluarga Musthafa Rasul, sebaik-baik manusia ,yaitu...
Abu Thurab (imamAli), Hasan dan Husain.
Ketahuilah, membenci Ali Zainal Abidin perbuatan tercela...
Muhammad Al-Bagir yang mengetahui betapa banyak ilmu...
Ash-Shadiq yang dipanggil Ja'far di antara manusia ...
Musa yang diberi gelar Al-Khazim dan putranya Ali.
Ar-Ridha yang tinggi kedudukannya.
Muhammad At-Taqi yang hatinya penuh dan makmur dengan cahaya dan hikmah.
Ali Al-Naqi yang mutiara-mutiaranya tersebar.
Hasan Al-Askaryi yang telah disucikan.
Dan Muhammad Al-Mahdi yang akan muncul.
Sesungguhnya mereka adalah Ahlul Bait, yang berdasar-kan perintah Allah swt, telah ditentukan oleh Nabi saw. sebagai pemimpin umat Islam, karena kemaksuman dan kesucian mereka dari kesalahan dan dosa, dan karena ilmu mereka yang luas yang telah mereka warisi dari sang datuk Nabi saw. yang telah memerintahkan kita untuk mencintai dan mengikuti mereka. Dalam hal ini Allah swt. berfiman:
قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًاإِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى
"Katakan hai Muhammad, Aku tidak meminta kepada kalian upah atas apa yang aku lakukan kecuali kecintaan kepada keluargaku." (QS. Al-Syura [42]:23)
Dan dalam ayat yang lain Allah berfirman:
يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar." (QS. At-Taubah [9]:119)
16. Syi'ah Ja'fariyah meyakini bahwa para imam suci—yang sejarah belum pernah mencatat dari mereka penyelewengan atau kemaksiatan, baik dalam ucapan atau pun perbuatan—dengan bekal ilmu yang luas telah berkhidmat kepada umat Islam dan memperkaya mereka dengan pengetahuan yang dalam serta pandangan yang benar dalam akidah, syariat, akhlak,sastra, tafsir, sejarah serta cakrawala masa depan. Demikian juga, mereka telah mendidik atau membina melalui ucapan atau perbuatan sekelompok laki-laki dan perempuan yang unggul di mana semua orang telah mengenal mereka dengan keutamaannya, ilmunya dan kebaikan prilakunya.
Syi'ah Ja'fariyah memandang bahwa meskipun mereka para imam telah dijauhkan dari kedudukan kepemimpinan politis, tetapi mereka telah menunaikan dan menyampaikan misi intelektual dan tugas sosial mereka dengan sebaik-baiknya, karena mereka telah menjaga dasar-dasar akidah dan pilar-pilar syariat dari ancaman penyimpangan.
Sekiranya umat Islam memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan peran politik yang telah Rasul berikan kepadanya atas dasar perintah Allah swt., niscaya umat Islam akan mencapai kebahagian dan kemuliaan, serta keagungannya secara penuh,dan mereka akan menjadi satu, bersatu, dan tidak mengalami perpecahan, ikhtilaf dan pertentangan, peperangan, saling bunuh-membunuh, dan mereka tidak hina dand iremahkan.
17. Dengan menunjuk pada dalil-dalil Naqli dan Aqli, yang begitu banyak disebutkan dalam buku-buku Akidah, mereka meyakini bahwa umat Islam hendaknya mengikuti Ahlul Bait Nabi, dan senantiasa berada di jalannya, karena jalan Ahlul Bait adalah jalan yang telah digariskanoleh Rasulullah saw. untuk umat dan beliau telah mewasiatkan kepada umat agar menapaki jalan mereka dan berpegang teguh pada mareka, sebagaimana dalam hadis"Tsaqalain" yang mutawatir, seraya berkata :
"Sesungguhnya akutelah tinggalkan untuk kalian dua pusaka; kitabullah (Al-Quran) dan keturunanku Ahlul Bait. Selama berpegang teguh pada keduanya, kalian tidak akan tersesat".
Hadis ini telah diriwayatkan oleh Muslim dalam shahih-nya dan oleh puluhan ahli-ahli hadis dan ulama-ulama disetiap abad.
Begitupula, pengangkatan khalifah dan pewasiatan seperti ini adalah hal yang lumrahdalam kehidupan para nabi-nabi terdahulu.
18. Syi'ah Ja'fariyah meyakini bahwa umat Islam hendaknya mendiskusikan dan mempelajari masalah-masalah seperti ini dengan menjauhkan diri dari caci maki, tuduhan yang tak beralasan dan melakukan fitnah. Dan hendaknya para ulama dan cendikiawan dari seluruh kelompok dangolongan umat Islam ber-kumpul dalam muktamar-muktamar ilmiah, mempelajari dengan lapang dada dan ikhlas serta dengan semangat persaudaraan dan obyektifitas tentang klaim-klaim saudara-saudara mereka dari kaum Syi'ah Ja'fariah, serta dalil-dalil yang mereka bawakan untuk membuktikan pandangan-pandangannya berdasarkan Al-Quran, hadis mutawatir dari Rasulullahsaw., akal sehat, pertimbangan sejarah, keadaan politik dan sosial secara umum pada masa Nabi dan setelahnya.
19. Syi'ah Ja'fariyah meyakini bahwa para sahabat dan orang-orang yang berada di sekeliling Nabi dari kaum laki-laki dan perempuan telah berkhidmat kepada Islam dan mereka telah mengerahkan seluruh jiwa raganya di jalan penyebaran Islam.
Hendaknya umat Islam menghormati mereka, menghargai perjuangan dan bakti mereka dan memohon kerelaan mereka. Hanya saja, hal ini tidak berarti menganggap mereka semua sebagai manusia-manusia yang mutlak adil, tidak pula berarti sebagian sikap dan perbuatan-perbuatan mereka tidak bisa dikritik, karena mereka adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar.
Sejarah telah menyebutkan bahwa sebagian mereka telah menyimpang dari jalan yang benar meskipun di masa hidup Nabi saw. Bahkan Al-Quran secara eksplisit menyebutkan adanya penyimpangan itu di sebagian surat dan ayat-ayatnya, seperti surat Al-Munafiqun,Al-Ahzab, Al-Hujarat, At-Tahrim, Fath, Muhammad dan At-Taubah.
Kritikyang sehat terhadap suatu golongan tidaklah dinyatakan kafir, karena tolak ukuriman dan kufur sangat jelas, yaitu mengakui atau menafikan tauhid dan kenabian,serta hal-hal yang sangat mudah dimengerti (badihi) dari masalah agama,seperti kewajiban shalat, puasa, haji, haramnya arak, khamar, judi danhokum-hukum lainnya.
Memang lidah harus dijaga dari perbuatan mencaci maki, juga pikiran harus dijaga daricara bernalar yang dangkal, karena hal ini bukanlah karakter seorang muslim yang terdidik, yang mengikuti prilaku Nabi Muhammad saw. Bagaimanapun kebanyakan para sahabat itu adalah orang-orang baik yang layak untuk dihormati dan dimuliakan. Tetapi perlu diketahui bahwa ketundukan mereka pada Qaidah Jarah wa Ta'dil (yaitu sebuah kaidah ilmu Rijal yang mempertimbangkan kualitas kepribadian para perawi hadis, -peny.), yaitu:
Meneliti hadis-hadis Nabi yang shahih, yang dianggap kuat, padahal telah diketahui pula akan banyaknya kebohongan-kebohongan yang telah dinisbatkan kepada Nabi saw.,sebagaimana yang telah banyak diketahui. Dan Nabi saw. sendiri telah mengkhabarkan akan terjadinya hal itu, dan kalian pula yang mendorong ulama-ulama kedua kelompok (Sunnah-Syi'ah) seperti; Suyuthi, Ibnu Jauzi danlain-lain untuk menulis buku-buku yang berbobot yang dapat menyaring antara hadis-hadis yang benar-benar keluar dari Nabi dan hadis-hadis maudhu' atau palsu.
20. Syi'ah Ja'fariyah meyakini adanya Imam Mahdi a.s. yang dinanti berdasarkan riwayat-riwayat yang begitu banyak dari Nabi saw. yang menyebutkan, bahwa dia dari keturunan Fatimah, dan dia keturunan yang kesembilan dari Imam Husain a.s., karena anak atau keturunan yang kedelapan dari Imam Husain adalah Imam Hasan Al-Askari, yang telah meninggal pada tahun 260 H sedangkan beliau tidak mempunyai anak kecuali anak yang diberi nama Muhammad. Dialah Imam Mahdi a.s. yang diberi panggilan nasab Abul Qasim. Banyak orang-orang terpercaya dari umat Islam yang telah melihatnya. Dan mereka telah mengkabarkan akan kelahirannya, cirri-ciri khasnya, keimamahannya dan nas dari ayahnya yang menunjukkan kepemimpinannya.
Dia telah gaib setelah 50 tahun dari kelahirannya, karena musuh-musuh ingin membunuhnya. Oleh karena itu, Allah swt. menyimpannya untuk menegakkan pemerintahan yang adil, universal pada akhir zaman, dan mensucikan bumi dari kezaliman dan kerusakan setelah dipenuhi oleh keduanya.
Maka tidak aneh dan tidak pula mengherankan akan panjangnya usia beliau dan masih hidup sampai sekarang, meskipun sudah melampaui abad 20 dari kelahirannya.Sebagaimana Nabi Nuh a.s. pernah hidup sampai 950 tahun di tengah umatnya, dan menyeru mereka kepada Allah, atau Nabi Haidir a.s. yang sampai saat ini masih hidup.
Allah swt.Mahakuasa atas segala sesuatu, dan kehendaknya berjalan tanpa ada yang bisa mencegah dan menolaknya. Bukankah Allah swt. telah menegaskan ihwal Nabi Yunus as. dalam firmannya:
فَلَوْلَاأَنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِيُبْعَثُونَ
Maka, sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai Hari Kebangkitan. (QS. Al-Shaffat [37]:143-144).
Sebagian besar ulama Ahli Sunnah meyakini kelahiran Imam Mahdi a.s. dan keberadaannya, dan mereka menyebutkan nama kedua orang tuanya, serta sifat-sifatnya, di antara mereka ialah:
1. Abdul Mu'min Syablanji Al-Syafi'i dalam kitabnya, Al-Abshor fi Manaqibi Nabial-Muchtar.
2. Ibnu Hajar Haitami Makki Asy-Syafi'i dalam kitabnya Ashowaiq al Muhriqah, seraya mengatakan; Abul Qasim Muhammad Al-Hujjah, ditinggal wafat oleh ayahnya pada usia lima tahun. tetapi Allah swt. memberikan hikmah padanya. Dia juga disebut sebagai "Al-Qaim Al-Muntazhar".
3. Al-Qunduzi Al-Hanafi Al-Balkhi dalam bukunya, Yanabi al Mawaddah, yang dicetak di ibukota Turki masa Dinasti Otoman.
4. Sayyid Muhammad Shidiq Hasan Al-Qonuji Al-Bukhori dalam kitabnya, Al-Izhaa'ah Liman Kana waman Yakunu baina Yaday Assaa'ah.
Mereka ini termasuk ulama-ulama terdahulu. Adapun dari ulama-ulama mutakhir, seperti; Dr. MusthafaRafi'i dalam bukunya Islamuna, telah memaparkan masalah ini secara panjang lebar dan menjawab seluruh kritik seputar masalah ini.
21. KaumSyi'ah Ja'fariyah melakukan shalat, puasa, haji, membayar khumus (1/5) pendapatan mereka, haji ke Mekkah yang mulia, melaksanakan manasik umrah dan hajiseumur hidup sekali, sedang adapun dari itu adalah sunnah, memerintahkan yang makruf dan melarang yang munkar, berpihak kepada wali-wali Allah dan Nabinya,dan memusuhi musuh-musuh Allah dan musuh-musuh Nabi-Nya, berjihad di jalan Allah terhadap setiap orang kafir atau musyrik yang terang-terangan memerangi Islam, dan terhadap setiap orang yang berbuat makar terhadap umat Islam.
Mereka melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi, sosial, keluarga, seperti jual beli, penyewaan, nikah, talak, warisan, pendidikan, menyusui, hijab dan lain sebagainya, sesuai dengan hukum-hukum Islam yang benar dan lurus. Mereka mengamalkan hukum-hukum ini dari proses ijtihad yang dilakukan oleh ulama-ulama ahli fiqih mereka yang warak dengan berdasarkan pada hadis yang shahih, hadis-hadis Ahlul Bait, akal dan konsensus (ijma') ulama.
22. Mereka percaya bahwa setiap kewajiban yang bersifat harian, memiliki waktu tertentu, dan waktu-waktu shalat harian adalah Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Yang paling penting adalah melakukan setiap shalat pada waktunya yang khusus. Hanya saja, mereka melakukan jamak antara dua shalat Zuhur dan Ashar dan antara Magrib dan Isya karena Rasulullah saw. melakukan jamak dua shalat tanpa uzur, tanpa sakit dan tanpa berpergian, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim dan kitab hadis lainnya, "Sebagai keringanan untuk umat serta untuk mempermudah bagi mereka". Dan itu telah menjadi masalah biasa pada masa kita sekarang ini.
23. Mereka mengumandangkan azan sebagaimana azannya umat Islam yang lain. hanya saja mereka sebutkan setelah hayya 'alal falah dengan redaksi hayya 'ala khairil 'amal, karena telah ada sejak zaman Nabi saw. Hanya saja, pada zaman Umar bin Khaththab, kalimat itu dihapus atas dasar ijtihad pribadinya,dengan alasan bahwa hal itu dapat memalingkan umat Islam dari berjihad. Padahal mereka tahu bahwa shalat adalah sebaik-baik perbuatan (sebagaimana pengakuanAllamah Qusyji Al-Asy'ari dalam kitab Syarah Tajrid Al-I'tiqad,Al-Mushannaf,karya Al-Kindi, Kanz Al-Ummal karya Muttaqi Hindi, dll. Umar bin Khaththab telah manambahkan sebuah redaksi Ashalatul khairul minanauum sementara kalimat itu tidak pernah ada pada zaman Nabi saw.
Dan sesungguhnya ibadah, dan muqaddimah-muqaddimahnya dalam Islam itu harus berdasarkan kepada perintah dan izin syariat yang suci. Artinya, segalanya harus berlandaskan pada nas yang khusus ataupun yang umum dari Al-Quran dan hadis. Bila tidak, maka hal itu dikatakan sebagai bid'ah yang harus ditolak.
Oleh karena itu,d alam ibadah, bahkan dalam setiap masalah syariat tidak boleh ada penambahan atau pengurangan dengan pendapat pribadi.
Adapun apa yang ditambahkan Syi'ah Ja'fariyah setelah syahadah kepada Rasulullah saw.(Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah),berupa kalimat Asyhadu annaAliyan waliyullah karena adanya riwayat-riwayat dari Nabi saw. dan AhliBaitnya a.s. yang menjelaskan bahwa tidaklah disebutkan kalimat Muhammad Rasulullah atau tidaklah ditulis kalimat tersebut di atas pintu surga, kecuali diikuti dengan kalimat ('Aliyan waliyullah), yaitu sebuah kalimat yang menjelaskan bahwa Syi'ah tidak mempercayai kenabian Ali bin Abi Thalib, apalagi sampai mengatakan ketuhanannya. Karenanya, diperbolehkan untuk membaca kalimat itu setelah dua syahadat, dengan niat bahwa itu tidak termasuk bagian atau kewajiban dari azan. Inilah pendapat mayoritas ulama-ulama ahli fiqih Syi'ah Ja'fariyah.
Oleh sebab itu,kalimat tambahan yang dibaca ini bukan bagian dari azan sebagaimana yang telah kami katakan, dengan demikian bukan termasuk dari yang tidak ada pada mulanya dalam syariat, tidak pula termasuk bid'ah.
24. Mereka sujud di atas tanah, debu, kerikil, atau di atas batu dan apa saja yang termasuk bagian dari bumi atau tanah dan yang tumbuh di atasnya, seperti tikar yang bukan terbuat dari kain dan bukan pula yang dimakan, dan yang manis.Karena ada banyak riwayat di dalam sumber-sumber Syi'ah dan Ahli Sunnah, bahwa kebiasaan Rasul saw. adalah sujud di atas debu atau tanah, bahkan memerintahkan kaum muslimin untuk mengikutinya.
Suatu hari, Bilal sedang sujud di atas serban (ammamah), karena takut akan panas yang menyengat. Maka Nabi menarik ammamah dari dahinya dan berkata: "Ratakan dahimu dengan tanah wahai Bilal !". Begitu juga, Nabi pernah mengatakan pada Shuhaib dan Rabah dalam sabdanya: "Ratakan wajahmu wahai Shuhaib dan ratakan pula wajahmu wahai Rabah !".
Sebagaimana yangdisebutkan dalam Bukhari dan lainnya, Nabi saw. juga bersabda: "Bumi atau tanah ini telah dijadikan untukku sebagai tempat sujud yang suci".
Oleh karena sujud dan meletakkan dahi di atas tanah, tatkala sujud merupakan hal yang paling layak dihadapan Allah swt, karena hal itu menghantarkan kepada kekhusyukan dan sarana terdekat untuk merendahkan diri di depan Tuhan, juga dapat mengingatkan manusia akan asal wujudnya. Bukankah Allah swt. berfiman:
مِنْهَاخَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى
Dari bumi (tanah) itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan kembalikan kamu sekalian,serta darinya kami akan mengeluarkan (membangkitkan) kamu pada kali yang lain. (QS. Thaha [20]:55)
Sesungguhnya sujud adalah puncak ketundukan yang tidak bisa terealisir dengan sujud di atas sajadah, karpet atau batu-batuan permata yang berharga. Puncak ketundukan itu hanya terealisir dengan meletakkan anggota badan yang paling mulia yaitu dahi,di atas benda yang paling murah dan sederhana, yaitu tanah.[9]
Tentunya, debu tersebut harus suci. Orang-orang Syi'ah selalu membawa sepotong dari tanah yang sudah dipres dan sudah jelas kesuciaannya. Mungkin juga tanah ini diambil dari tanah yang penuh berkah, seperti tanah Karbala. Di sanalah Imam Husain(cucu Rasulullah saw.) gugur sebagai syahid sehingga tanah itu penuh berkah.Sebagaimana sebagian sahabat Nabi menjadikan batu Mekkah sebagai tempat sujud dalam perjalanan-perjalanan mereka dan untuk mendapatkan berkahnya.
Meski demikian, Syi'ah Ja'fariyah tidak memaksakan hal itu, juga tidak menyatakannya sebagai suatu keharusan. mereka hanya membolehkan Sujud diatas batu apa saja yang bersih dan suci seperti lantai masjid Nabawi yang mulia dan lantai Masjidil Haram.
Begitu juga, tidak bersedekap (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri) sewaktu shalat, karena Nabi saw. tidak pernah melakukan hal itu, juga karena tidak ada nas yang kuat dan jelas yang menganjurkan hal itu. Karenanya, penganut mazhab Maliki tidak melakukan sedekap tersebut.[10]
25. Syi'ah Ja'fariyah berwudhu dengan membasuh kedua tangan; dari siku-siku sampai ujung jari-jari, bukan kebalikannya, karena mereka mengambil cara berwudhu para imamAhlul Bait yang telah mengambilnya dari Nabi saw. Tentunya, para imam lebih mengetahui dari pada yang lainnya terhadap apa yang dilakukan oleh kakek mereka. Rasulullah saw. Telah berwudhu dengan cara demikian itu, dan tidakmenafsirkan kata (Ilaa/ الی) dalam ayat wudhu (Al-Maidah [5]: 6) dengan kata (ma'a/ مع) hal ini juga ditulis Imam Syafi'i dalam kitabnya, Nihâyatul Muhtaj. Begitu juga, mengusap kaki dan kepala mereka atau tidak membasuhnya ketika berwudhu, dengan alasan yang sama yang telah dijelaskan di atas. Juga karena Ibnu Abbas mengatakan: "Wudhu itu dengan dua basuhan dan dua usapan".[11]
26. Syi'ah Ja'fariyah membolehkan nikah mut'ah berdasar-kan nash Al-Quran, sebagaimana dalam firman-Nya:أُجُورَهُنَّ
Maka istri-istri yang telah kalian nikmati di antara mereka, berikanlah mahar mereka sebagai suatu kewajiban.(QS.An-Nisa [4]:24)
Di samping itu, para sahabat dan orang-orang Islam pada masa Rasulullah saw. sampai pertengahan masa khilafah Umar bin Khaththab telah melakukan nikah mut'ah.
Mut'ah adalah pernikahan syar'i yang persyaratannya sama dengan nikah permanen atau da'im, yaitu:
b. Hendaknya pihak wanita tersebut tidak bersuami, dan membaca shighah ijab, sementara pihak laki-laki melaksanakan shighah Kabul.
c. Pihak laki-laki wajib memberikan harta kepada wanita, yang disebut mahar dalam nikah da'im dan dalam nikah mut'ah disebut upah, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran.
d. Wanita harus menjalani iddah (setelah cerai dengan suaminya).
e. Wanita harus menjalani 'iddah setelah masa mut'ahnya habis. apabila ia melahirkan seorang anak, maka, nasab anak itu ikut kepada ayahnya. Juga seorang wanita hanya dapat memiliki satu suami saja.
f. Dalam pewarisan antara anak dan ayahnya, anak dan ibunya dan begitu juga sebaliknya.
Yang membedakan nikah da'im dengan nikah mut'ah adalah bahwa dalam nikah mut'ah terdapat penentuan masa, tidak adanya kewajiban memberikan nafkah dan masa gilir atas suami untuk sang istri mut'ah, tidak adanya saling mewarisi antara suami dan istri, tidak perlu adanya talak, tetapi cukup dengan habisnya masa yang telah ditentukan, atau menghibahkan sisa masa yang telah di tentukan tersebut.
Hikmah disyariatkannya nikah semacam ini adalah tuntunan yang disyariatkan dan bersyarat untuk kebutuhan biologis laki-laki dan perempuan yang tidak mampu menjalankan setiap kewajiban-kewajiban dalam nikah da'im (permanen),atau karena adanya halangan dari istri yang terjadi akibat kematian atau sebab yang lainnya, begitu pula sebaliknya. Semua ini masih dalam rangka membina kehidupan yang terhormat dan mulia. Maka itu, nikah mut'ah adalah solusi tingkat pertama bagi kebanyakan problematika sosial yang cukup serius dan berbahaya, dan juga untuk mencegah terperosoknya masyarakat Islam dalam kerusakan dengan menghalalkan segala macam cara.
Terkadang, nikah mut'ah digunakan dengan tujuan agar kedua calon suami istri saling mengenal sebelum memasuki jenjang pernikahan permanen. Hal ini dapat mencegah perjumpaan yang diharamkan, zina, meng-kebiri, atau cara-cara lain yang diharamkan seperti onani, bagi orang yang tidak sabar atas satu orang istriatau lebih dari satu, misalnya, secara ekonomi dan nafkahnya , serta pada saat yang sama dia tidak ingin terjerumus kepada yang haram.
Yang jelas, nikah mut'ah bersandar pada Al-Quran dan sunnah, dan sahabat pernah melakukan itu selama beberapa masa. Kalau sekiranya mut'ah itu adalah zina, maka itu berarti Al-Quran, Nabi dan para sahabat telah menghalalkan zina dan para pelakunya telah berbuat zina dalam masa yang cukup lama. Kami berlindung kepadaAllah dari keyakinan seperti ini.
Di samping itujuga, penghapusan hukum nikah mut'ah tersebut tidak berdasarkan Al-Quran dan sunnah, dan tidak ada dalil yang kuat dan jelas.[12]
Akan tetapi, meskipun Syi'ah Ja'fariyah menghalalkan nikah seperti itu, dengan adanya nash Al-Quran dan sunnah, mereka sangat menganjurkan dan mengutamakan nikah daim dan menegakkan nilai-nilai keluarga, karena hal itu adalah dasar dan pilar masyarakat yang kuat dan sehat, dan tidak condong kepada nikah sementara yang dalam bahasa syariat dinamakan mut'ah, meskipun halal dan disyariatkan.
Sehubungan dengan itu, Syi'ah Imamiyah bersandar pada Al-Quran, hadis dan pendidikan serta nasehat-nasehat Imam-Imam Ahlul Bait a.s. yang menyembunyikan segala penghormatan untuk wanita dan memberikan nilai yang besar kepadanya, dan dibidang kedudukan wanita, masalah-masalahnya serta hak-haknya, terutama dalam pergaulan etika bersamanya, seperti; kepemilikan, nikah, talak, pengasuhan, penyusuan, ibadah, mu'amalat (hukum-hukum syar'i yang mengatur hubungan kepentingan individual dan layak untuk dicermati dalam riwayat-riwayat para Imam dan fiqih mereka).
( COPAS DARI AL-SHIA.ORG )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar