Aku berkata kepadanya (AS) ," Mereka berkata," Maka mengapa Allah AZWJ tidak menamakan Ali dan Ahlul Bayt di dalam KitabNya?"
Imam Ja'far menjawab," Jelaskan kepada mereka: Perintah yang berkenaan dengan solat diturunkan kepada Rasulullah SAWW tetapi Allah tidak menjelaskan perinciannya tiga atau empat rakaat, oleh karena itulah Rasulullah SAWW yang akan menjelaskannya.
Dan Dia menurunkan perintah berkenaan dengan zakat dan tidak menjelaskan perinciannya bahwa bagi setiap empat puluh dirham (zakatnya) satu dirham sehingga Rasulullah SAWW menjelaskan hal itu kepada mereka.
Dan Dia menurunkan perintah Haji tetapi Dia tidak berfirman," Tawaf keliling Ka'abah tujuh kali," sehingga Rasulullah SAWW menjelaskan perkara itu kepada mereka.
Dan ayat, "Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kamu, " diturunkan dan diwahyukan berkenaan dengan Ali, al-Hasan, al-Husayn dan Rasulullah SAWW menjelaskannya tentang Ali, "Maka barang siapa yang mengakui aku maulanya maka Ali adalah maulanya juga."
Dan dia SAWW bersabda,"Aku perintahkan kamu mentaati Allah AZWJ supaya tidak memisahkan kedua-duanya sehingga kedua-duanya menemuiku di al-Haud ( telaga di syurga), dan Dia memperkenankan permintaanku itu.
Dan dia SAWW bersabda,"Mereka tidak akan membelokkan kamu dari jalan petunjuk dan tidak akan membawa kamu ke jalan kesesatan."
Sekiranya Rasulullah SAWW mendiamkan diri tentang hal itu dan tidak menjelaskan siapa Ahlul Bayt, sudah tentu ahli rumah si fulan dan si fulan akan menuntut hak tersebut.
Walau bagaimanapun AZWJ telah menurunkan perkara itu dalam Kitab-Nya, mengesahkan sabda Nabi-Nya:" Wahai Ahlul Bayt, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan kamu dari kekotoran wahai Ahlul Bayt dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya (Q33:33)," dan mereka adalah Ali, al-Hasan, al-Husayn dan Fatimah AS.
Rasulullah SAWW memasukkan mereka dalam selimut di rumah Ummu Salamah, kemudian berkata: Allahumma, sesungguhnya bagi setiap Nabi ada Ahlinya dan Thaqlnya dan mereka ini adalah Ahl dan Thaqlku."
Apabila Rasulullah SAWW wafat Ali adalah awla kepada mereka karena Rasulullah SAWW telah menjelaskan hal itu dengan menyuruhnya berdiri dan mengangkat tangannya.
Dan apabila Ali wafat, beliau tidak akan dan tidak mungkin memasukkan anaknya Muhammad ibn Ali atau al-Abbas ibn Ali atau anak-anaknya yang lain ke dalam (maksud) Ahlul Bayt. Jika beliau berbuat demikian tentulah al-Hasan dan al-Husayn akan berkata: Allah Tabaraka Wa Ta'ala menurunkan hal itu tentang kamu sebagaimana Dia menurunkan hal itu tentang kami. Dia memerintahkan ketaatan kepada kami sebagaimana Dia perintahkan ketaatan kepada kamu.
Apabila Ali wafat, al-Hasan adalah orang yang paling awla karena umur beliau lebih tua. Di saat kewafatannya beliau tidak akan dan tidak mungkin memasukkan anak-anaknya atau beliau berdalilkan ayat Allah AZWJ,"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam Kitab Allah. (Q:33;6)", menetapkan hak Imamah untuk anak-anaknya.
Jika beliau (al-Hassan) berbuat demikian al-Husayn akan berkata," Allah telah memerintahkan ketaatan kepadaku seperti Dia telah memerintahkan ketaatan kepada kamu dan bapa kamu dan Rasulullah SAWW menjelaskan kepada umat tentang diri kita seperti juga dia mejelaskan kepada mereka tentang diri kamu dan bapa kita dan Dia menghilangkan kekotoran seperti juga Dia menghilangkan segala kekotoran dari diri kamu dan bapa kita."
Apabila hal itu sampai kepada al-Husayn, tidak ada seorangpun dari keluarganya yang menuntut hak Imamah sebagaimana dia boleh menuntut hak tersebut dari saudaranya atau bapanya, jika mereka hendak memisahkan hak Imamah daripada dirinya tetapi dia tidak berbuat demikian.
Apabila saatnya sampai kepada al-Husayn dan hak Imamah terus berjalan menurut tafsiran ayat:"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam Kitab Allah."
Kemudian ia dipegang oleh Ali ibn Husayn selepas al-Husayn, dan selepas Ali ibn al-Husayn dipegang pula oleh Muhammad ibn Ali. Dan dia (Ja'far al-Sadiq AS) berkata,"Kekotoran (al-rijsa) dalam ayat ini membawa maksud ragu-ragu (shakk) dan demi Allah kami tidak pernah ragu-ragu tentang Rabb kami."
[Al-Kafi, Kitabul Hujjah, IV, Bab 64, hadith 757-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar