Selasa, 23 Februari 2010

Empat Puluh Tahun Aku Tidak Membuka Aibnya

Pada zaman Nabi Musa as paceklik yang hebat menimpa Bani Israil. Orang-orang yang beriman memohon hujan kepada Allah sampai tujuh puluh kali. Namun, doa mereka tidak diijabah.
Suatu malam, Musa bin Imran pergi ke bukit Thur. Dalam munajatnya ia menangis sambil berucap, "Tuhanku, apabila kedudukanku di sisi-Mu tiada bernilai, aku memohon kepada-Mu, demi kedudukan seorang nabi akhir zaman Muhammad saw, turunkanlah hujan rahmat-Mu kepada kami."
Lalu, datanglah wahyu, "Hai Musa, kedudukanmu terpelihara di sisi Kami. Akan tetapi, di antara kalian ada seorang yang selama empat puluh tahun berbuat dosa secara terang-terangan. Jika kalian keluarkan ia dari tengah kalian, Aku akan menurunkan hujan rahmat-Ku kepada kalian."
Musa as menjerit di tengah Bani Israil, "Hai seorang hamba yang selama empat puluh tahun berbuat maksiat kepada Tuhan, keluarlah dari komunitas kami agar Allah Swt menurunkan hujan rahmat-Nya kepada kami. Karenamu Dia mencegah kami dari kemurahan dan rahmat-Nya."
Laki-laki pendosa yang mendengar seruan Nabi Musa itu, memahami dialah penghalang turunnya rahmat Allah. Di hatinya berkata, "Apa yang harus kuperbuat? Jika aku tetap di sini Tuhan tidak menurunkan rahmat. Jika aku keluar, mereka akan mengetahui aku dan saat itu aku akan terlihat belangnya." Ia bermunajat,

"Tuhanku, aku menyadari kalau aku telah selalu bermaksiat kepada-Mu.
Kini aku datang menghadap kepada keagungan-Mu, dengan perasaan menyesal atas amal perbuatan burukku. Aku bertaubat.
Terimalah aku dan janganlah Engkau hambat hujan rahmat-Mu dari kaum ini lantaran aku."

Belum selesai ucapannya itu, muncul awan-awan mendung. Hujan turun dengan lebat. Musa as berkata, "Tuhanku, telah Engkau turunkan hujan rahmat-Mu saat seseorang tidak keluar dari tengah kami."
"Hai Musa, orang yang karenanya Aku memutuskan rahmat-Ku dari kalian telah bertaubat. Kini karenanya juga Aku menurunkan hujan rahmat-Ku kepada kalian."
"Tuhanku, sudikah Engkau tunjukkan kepadaku hamba-mu itu?"
"Tidak sama sekali. Hai Musa, Aku tidak menyingkap aibnya meskipun ia berbuat maksiat selama empat puluh tahun. Seperti sekarang pun tetap aku tutupi dan itu bukan karena ia telah bertaubat.
Hai Musa, aku membenci pengadu domba dan pemfitnah, apakah engkau akan mengatakan diri-Ku berbuat adu domba? []
_______
Dikutip dari: Mahdi Shahib Hunar, Kisah-Kisah Pertolongan Allah, Penerbit Qorina, Jakarta, 2006