Rabu, 20 Oktober 2010

2 Wanita Agung di mata Rahbar

‘Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan diberi ganjaran tanpa batas. (QS. az-Zumar [no. 39]: 10)

"Apa saja yang telah kita ucapkan mengenai Sayyidah Fathimah az-Zahra as tetap saja ‎kurang. Pada hakikatnya kita tidak apa yang harus diucapkan dan apa yang harus dipikirkan. ‎Sedemikian luasnya dimensi keberadaan Haura Insiyah, Ruh Mujarrad, Inti Kenabian dan ‎Wilayah bagi kita, sehingga kita tidak mampu memahaminya. Kita benar-benar dibuat tidak ‎berdaya dengan pribadi agung ini."‎


Maqam Sayyidah Fathimah az-Zahra as

Sayyidah Fathimah az-Zahra benar-benar merupakan pribadi besar dan berada di level ‎pertama Islam. Sejatinya beliau menjadi pribadi level teratas dalam sejarah kehidupan ‎manusia. Hal ini dapat ditemukan dalam ucapan Rasulullah saw saat berkata kepadanya, "Ala ‎Tardhaina an Takuni Sayyidata Nisail ‘Alamin (Apakah engkau tidak rela menjadi junjungan ‎wanita sedunia?). Engkau junjungan wanita seluruh dunia sepanjang sejarah manusia. ‎Sayyidah Fathimah az-Zahra as sendiri bertanya kepada Rasulullah saw, "Fa aina Maryamu ‎binti ‘Imran? Bagaimana dengan Maryam junjungan wanita yang telah dijelaskan dalam al-‎Quran? Rasulullah saw bersabda, "Maryam merupakan junjungan seluruh wanita di masanya. ‎Sementara engkau adalah junjungan seluruh wanita sepanjang sejarah umat manusia."‎

Bila pribadi Sayyidah Fathimah az-Zahra tampak bagi otak sederhana dan mata kita yang ‎hanya bisa melihat dari dekat, niscaya kita akan membenarkan betapa beliau adalah ‎junjungan seluruh wanita di alam semesta. Seorang wanita yang telah mencapai maqam ‎spiritual dan keilmuan di usia muda dan umur yang pendek. Maqam ini sama dengan derajat ‎para nabi dan auliya. Sejatinya Sayyidah Fathimah az-Zahra adalah fajar yang menyingsing ‎dan darinya mentari imamah dan wilayah bersinar. Beliau bak langit tinggi yang dari ‎pelukannya muncul banyak bintang wilayah. Seluruh Imam as begitu menghormati dan ‎menghargai ibunya. Penghormatan yang jarang didapat oleh seseorang dari para Imam as. ‎‎(Cuplikan pidato di Hari Kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra pada 9 Oktober 1997)‎

Berkah Sayyidah Fathimah az-Zahra as‎

Berkah Sayyidah Fathimah az-Zahra as tidak terbatas pada sekelompok kecil manusia. ‎Bahkan bila memandang secara realistis dan logis, manusia berutang pada keberadaan ‎Sayyidah Fathimah az-Zahra as. Ini bukan hal yang terlalu dibesar-besarkan. Sebuah ‎kenyataan. Sebagaimana manusia berutang pada Islam, al-Quran, ajaran para nabi dan ‎Rasulullah saw. Sepanjang sejarah selalu demikian. Hari ini juga demikian. Setiap harinya ‎cahaya Islam dan spiritual Sayyidah Fathimah az-Zahra as semakin tampak. Manusia akan ‎merasakan hal itu.‎

Berkah yang banyak yang disebutkan dalam al-Quran dengan ungkapan al-Kautsar ‎merupakan kabar gembira yang diberikan kepada Rasulullah saw. Disebutkan bahwa takwil ‎‎"Inna A'thainaaka al-Kautsar" adalah Sayyidah Fathimah az-Zahra as. Sejatinya beliau ‎adalah sumber segala kebaikan yang setiap harinya dari sumber agama dilimpahkan kepada ‎seluruh mansuia dan makhluk hidup di dunia. Banyak orang yang berusaha menutupi-nutupi ‎kenyataan ini, bahkan mengingkarinya tapi mereka tidak mampu. "Wallahu Mutimmu Nurihi ‎wa lalu Kariha al-Kafiruun"(ash-Shaff ayat 8).‎

Kita harus mendekatkan diri pada inti cahaya ini. Kelaziman dari upaya ini, kita juga akan ‎bercahaya. Kita harus bercahaya dengan perbuatan, bukan hanya cinta kosong. Perbuatan ‎yang sebenarnya adalah cinta, wilayah dan keimanan itu sendiri. Hal inilah yang didiktekan ‎dan yang diinginkan dari kita. Dengan amal kita harus menjadi bagian dari keluarga dan ‎bergantung pada keluarga ini. Bukan hal yang mudah ketika Qanbar berada di rumah Imam ‎Ali as. Salman menjadi "Salman minnaa Ahlulbait" juga bukan pekerjaan mudah. Kita ‎sebagai masyarakat berwilayah dan Syiah Ahlul Bait berharap dari para Imam as agar ‎menjadikan kita bagian dari mereka dan termasuk orang-orang yang mengelilingi mereka. ‎Hati kita ingin agar Ahlul Bait menilai kita seperti itu. Tapi ingat! Ini bukan hal yang mudah. ‎Ini tidak akan bisa terwujudkan hanya dengan pengakuan. Semua ini membutuhkan amal, ‎sikap pemaaf, pengorbanan dan berupaya menyerupai akhlak mereka. (Pidato di Hari ‎Kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra as pada 26 Desember 1991)‎

Bagitu banyak pelajaran yang HARUS diambil oleh kaum Wanita dari banyaknya cerita Hidup Seorang Putri Tercinta Nabi Saaw. Belajar dari Sirah Sayyidah Fathimah az-Zahra asakan Menjadikan Seorang Wanita akan menjadi Seorang Wanita Seutuhnya

Coba kalian perhatikan! Sayyidah Fathimah az-Zahra meraih segala keutamaan ini di usianya ‎yang keberapa? Di usia yang ke berapa segala kecemerlangan ini ditampakkannya? Di usia ‎yang masih muda; 18, 20 atau ada yang mengatakan 25 tahun. Semua keutamaan ini tidak ‎diraih begitu saja. “Imtahanaki Allah alladzi Khalaqaka qabla an Yakhluqaki Fawajadaki ‎lamma Imtahanaki Shabira” (Allah Sang Penciptamu telah mengujimu sebelum menciptamu ‎dan menemukanmu begitu sabar ketika diuji). Allah swt telah menguji hamba-Nya yang ‎terpilih ini. Apa yang Allah lakukan telah diperhitungkan dengan matang. Bila Dia ‎memaafkan, maka hal itu dilakukan dengan perhitungan matang. Allah mengetahui betapa ‎hamba pilihan-Nya ini fana di jalan ilahi saat memaafkan, mengorbankan dan mengenal. ‎Oleh karenanya Allah menjadikannya sebagai inti keberkahan manusia.‎

Kita juga harus melewati jalan ini. Kita juga harus jadi orang pemaaf, berkorban dan menaati ‎Allah. Bukankah dalam riwayat disebutkan betapa Sayyidah Fathimah az-Zahra beribadah ‎sehingga kakinya bengkak (hatta Tawarrama Qadamaaha). Begitu lamanya ia berdiri di ‎mihrabnya beribadah kepada Allah. Kita juga harus berdiri di mihrab kita untuk beribadah! ‎Kita juga harus berzikir kepada Allah. Kita juga harus terus memperbanyak cinta ilahi dalam ‎hati kita. Bukankah kita mengetahui betapa beliau dengan kondisi lemah pergi ke masjid agar ‎dapat meraih kembali hak yang dirampas? Kita juga harus berusaha keras dalam segala ‎kondisi guna mengembalikan hak kepada yang berhak. Kita harus seperti beliau tidak takut ‎kepada siapapun. Bukankah disebutkan dalam riwayat bahwa beliau seorang diri berdiri di ‎hadapan masyarakat di masanya? Kita juga harus seperti yang disabdakan oleh suaminya, ‎‎”La Tastauhisyuu fi Thariq al-Huda li Qillati Ahlihi” (Jangan pernah takut di jalan Allah ‎sekalipun dengan jumlah sedikit!) Kita jangan pernah takut sekalipun jumlah kita sedikit ‎menghadapi dunia kezaliman dan hegemoni. Teruslah berusaha! Bukankah diriwayatkan ‎bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Sayyidah Fathimah az-Zahra as membuat Allah ‎menurunkan surat ad-Dahr untuknya, suami dan anak-anaknya? Pengorbanan yang dilakukan ‎untuk orang-orang miskin dan membantu orang-orang yang membutuhkan dengan harga ‎dirinya dan keluarganya bakal merasakan lapar yang luar biasa! “Yu’tsiruuna ‘ala Anfusihim ‎wa lau Kana bihim Khashaashah (al-Hasyr ayat 9). Kita juga harus melakukan perbuatan ‎seperti ini.‎

Tidak bisa dibiarkan kita berbicara lantang tentang cinta Fathimah az-Zahra as. Perhatikan ‎bagaimana beliau dikarenakan orang-orang yang lapar, makanan yang seharusnya untuk diri, ‎suami dan anak-anak tercintanya diberikan kepada orang-orang yang lapar. Beliau ‎memberikan makanan itu kepada orang miskin. Bukan satu hari. Bukan dua hari, tapi tiga ‎hari. Kita yang mengaku sebagai pecinta pribadi yang semacam ini, tapi ternyata bukan ‎hanya tidak pernah memisahkan makanan dari kerongkongan kita untuk diberikan kepada ‎orang-orang miskin, bila perlu kita enyahkan juga makanan yang hendak memasuki ‎kerongkongan orang-orang miskin!‎

Riwayat-riwayat yang disebutkan dalam buku Ushul al-Kafi dan sebagian buku hadis lain ‎tentang tanda-tanda orang Syiah kembali pada masalah ini. Artinya, Syiah harus berbuat ‎seperti ini! Kita harus mendemostrasikan kehidupan mereka dalam kehidupan kita, sekalipun ‎dalam bentuknya yang lemah. Tentu saja kita ini siapa dan mereka siapa! Jelas, kita tidak ‎akan pernah sampai ke tingkat mereka, bahkan sebatas lingkaran tangan mereka juga tidak ‎akan sampai. Namun kita harus berbuat seperti yang mereka lakukan. Tentu saja tidak boleh ‎terjadi kita hidup bertentangan dengan apa yang dicontohkan oleh Ahlul Bait tapi pada saat ‎yang sama kita mengaku sebagai bagian dari orang-orang yang dibebaskan oleh Ahlul Bait. ‎Apakah hal yang demikian mungkin terjadi? Coba asumsikan ada seorang yang hidup di ‎masa Imam Khomeini ra yang senantiasa mengikuti musuh bangsa Iran yang selalu ‎dibicarakan oleh Imam Khomeini ra. Apakah orang itu mampu mengatakan bahwa dirinya ‎taat kepada Imam? Bila ada ucapan seperti ini keluar dari orang yang seperti itu, apakah ‎kalian tidak menertawakannya? Kondisi yang ada ini sama juga dengan masalah Ahlul Bait.‎

Kita harus buktikan kelayakan kita!‎

Apakah kita tidak mengatakan bahwa bila seseorang mendengar apa saja perabot rumah ‎tangga Sayyidah Fathimah az-Zahra as, pasti air matanya bercucuran? Apakah kita tidak ‎mengatakan bahwa wanita dengan derajat tinggi seperti beliau tidak memperhatikan dunia ‎dan hiasannya? Lalu mengapa setiap harinya kita malah menumpuk segala bentuk perabot, ‎perhiasan dan hal-hal yang tidak berarti? Kita tinggikan mahar anak-anak perempuan.‎

Di awal-awal, ketika ada keluarga yang memberikan mahar mahal, kita biasanya ‎menertawakannya. Kita katakan kepada mereka apakah kalian benar-benar akan memberikan ‎logam emas sebanyak itu. Bila memang benar, lebih baik bila kalian tidak langsung ‎mengatakan 72 logam emas! Namun sekarang bagaimana! Kita menyaksikan betapa ‎penentuan mahar yang mahal telah menjadi sebuah kenyataan. Apa sebenarnya yang telah ‎terjadi! Anda sebagai ayah dari anak perempuan, apakah anda dapat mengklaim pengikut ‎ayah Fathimah as? Hal ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus memikirkan kondisi kita.

(Pidato ‎di Hari Kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra as pada 26 Desember 1991)‎


Zainab Al-Kubro adalah satu teladan legendaris yang telah memperlihatkan keagungan partisipasi wanita dalam salah satu peristiwa histroris terbesar. Zainablah aktor di balik apa yang mengemuka sebagai "kemenangan darah atas pedang" di hari Asyura pada tragedi Karbala. Tanpa beliau, tragedi berdarah sudah selesai di padang Karbala. Secara lahiriah, insiden militer berakhir pada hari Asyura dengan kalahnya pihak yang benar. Namun, aktor yang mengubah kekalahan militer ini menjadi sebuah kemenangan mutlak dan abadi tak lain adalah Zainab Al-Kubro. Peristiwa ini sangat penting dan menjadi bukti bahwa wanita tidak berada di posisi marginal di pentas sejarah. Wanita ternyata aktif di berbagai panggung sejarah penting. Al-Quran juga mengukuhkan hal ini.

Tapi patut diingat, peristiwa ini berkenaan bukan dengan sejarah umat-umat masa lalu, melainkan dengan sejarah yang dekat dengan masa sekarang. Ini adalah sebuah peristiwa hidup dan spektakuler dimana setiap manusia dapat melihat betapa Zainab Al-Kubro telah tampil di gelanggang dengan keagungan dan kecemerlangan sosok pejuang penegak kebajikan. Hazrat Zainab telah memainkan peranan dimana pihak musuh yang secara militer terlihat menang, berhasil menumpas para penentangnya dan tetap bertengger di singgasana kekuasaannya ternyata justru terhina di atas singgasana dan di dalam istananya sendiri. Zainab telah berbuat sesuatu yang telah menguak belang pihak musuh untuk selamanya dan mengubah kemenangan mereka menjadi kekalahan. Inilah peranan Zainab Al-Kubro. Beliau telah membuktikan bahwa hijab dan keterjagaan wanita dari dosa (iffah) tidak menutup kemungkinan wanita menjadi sosok pejuang besar.

Riwayat yang sampai ke tangan kita mengenai pernyataan dan seruan-seruan beliau memperlihat keagungan gerakan beliau. Orasi beliau yang melegenda di Pasar Kufah bukanlah orasi dan pendapat biasa dari seorang tokoh besar, melainkan sebuah analisis yang sangat dahsyat tentang kondisi masyarakat Islam saat itu, apalagi disampaikan dengan diksi yang sangat indah dan pemahaman-pemahaman yang sangat matang. Semuanya memperlihatkan kebesaran pribadi beliau. Dua hari sesudah kehilangan saudara, imam, pemimpin dan para kerabat tercintanya di padang sahara dan ketika beliau bersama puluhan perempuan dan anak-anak kecil diarak di atas onta sebagai tawanan, beliau disaksikan oleh penduduk setempat yang sebagian terharu dan menangis dan sebagian lagi justru bersorak sorai. Di tengah situasi segenting ini, beliau tampil laksana matahari terbit. Beliau berorasi dengan lantang persis seperti kelantangan ayahandanya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as), ketika berkhutbah di depan umat dari atas mimbar khilafah. Pilihan kata dan kefasihan beliau juga sangat menyerupai ayahandanya;

ياَ اَهْلَ الْكُوْفَةِ، يَا اَهْلَ الْغَدَرِ وَ الْخَتَلِ

"Wahai penduduk Kufah, wahai kaum penipu dan licik!"

"Kalian mengira sebagai pengikut ajaran Islam dan Ahlul Bait, tetapi ketika diuji kalian ternyata jauh dari demikian. Kalian sedemikian buta ketika menghadapi cobaan,

هَلْ فِيْكُمْ اِلَّا الصَّلَفِ وَ الْعُجُبِ وَ الشَّنَفِ وَ الْكِذْبِ وَ مَلْقِ الْْاِمَاءِ وَ غَمْزِ الْاَعْدَاءِ

"Tak ada apapun dalam diri kalian selain kehambaran, ‘ujub, kebencian, kedustaan, kehinaan bagai budak dan kemunafikan bagai musuh..."

"Perilaku dan tutur kata kalian tak sama dengan suara hati kalian. Kalian merasa bangga, merasa beriman, merasa revolusioner dan merasa sebagai pengikut Amirul Mukminin, tapi kenyataannya kalian tidak demikian. Kalian tidak memenuhi ikrar untuk berani menghadapi cobaan. Kalian tidak mampu menyelamatkan diri kalian."

مَثَلُكُمْ كَمَثَلِ الَّتِى نَقَضَتْ غَزْلهَاَ مِنْ بَعْدِ قَوَّةٍ اَنْكَاثَا

"Kalian adalah ibarat orang yang memintal benang tapi kemudian mengurainya lagi."

"Kalian telah menggugurkan amal baik yang pernah kalian lakukan akibat kebodohan kalian dalam memandang situasi dan keenggaan kalian menentukan mana yang hak dan mana yang batil. Di depan kalian berlagak beriman dan mengaku revolusioner, tapi di belakang kalian ternyata keropos dan tak berdaya di depan prahara."

Ini merupakan patologi. Di tengah kondisi segenting itu, kalimat sedemikian fasih dan tegas inilah yang beliau ucapkan. Beliau berseru sedemikian lantang bukan seperti orang berceramah di depan hadirin yang duduk manis menyimak. Sebaliknya, beliau berorasi di depan komplotan musuh dan kepungan pasukan bertombak serta warga yang tak jelas prinsipnya, yaitu warga yang telah menyerahkan Muslim bin Aqil kepada Ibnu Ziyad, mengkhianati isi surat mereka kepada Imam Husain (as) dan mendekam dalam rumah masing-masing ketika mereka harus ikut bergerak melawan Ibnu Ziyad. Mereka inilah yang ada di Pasar Kufah saat itu. Ada pula diantara mereka yang bermental lemah sehingga hanya bisa menangis menyaksikan puteri Amirul Mukminin (as). Orang-orang yang tidak berprinsip dan tak dapat dipercaya inilah yang dihadapi Hazrat Zainab, tapi beliau dapat berbicara sedemikian lantang. Beliau adalah srikandi sejarah, wanita yang nyalinya tidak pernah kerdil.

Jangan setiap wanita dipandang remeh, sebab seperti inilah hakikat wanita mukminah dan seperti ini pula wanita mukminah memperlihatkan jatidirinya ketika menghadapi situasi maha berat. Manusia teladan ini adalah seorang wanita. Ia adalah teladan bagi manusia-manusia besar dunia, baik laki-laki maupun perempuan. Revolusi Nabawi dan revolusi Alawi ini telah memperlihatkan analisa patologis yang menegaskan (kepada orang-orang Kufah); "Jika di tengah situasi keruh (fitnah) kalian tidak dapat mendeteksi kebenaran dan tidak mampu menunaikan kewajiban kalian maka hasilnya ialah tertancapnya buah hati Rasul di ujung tombak!" Di sinilah terlihat jelas keagungan Sang Zainab.

Hari Perawat adalah hari kelahiran Sayyidah Zainab, dan ini berarti satu peringatan bagi kaum wanita untuk selalu ikut berperan. Ketahuilah bahwa keagungan wanita terletak pada gabungan antara hijab, rasa malu dan iffah di satu sisi dan kehormatan jatidiri muslimat dan mukminat di sisi lain. Seperti inilah wanita muslimat kita.

Di pihak lain, dunia Barat terkurung oleh obsesi untuk membumikan entitas wanita dalam bentuk-bentuk yang naif, menyimpang dan merendahkan martabat wanita. Betapa tidak, wanita hanya dianggap bermartabat jika ia berhasil menarik perhatian setiap pria. Jadi, wanita harus mengenyahkan hijab dan iffahnya lalu berakting di depan setiap lelaki supaya mereka dapat menikmati keanggunannya. Inikah penghormatan terhadap wanita?! Atau ini justru penghinaan?! Di mata Barat yang sudah terbius oleh pengaruh Zionis, cara itulah yang cocok untuk menghormati kedudukan wanita, dan ini ternyata dipercaya oleh sebagian orang lain. Jelas sekali, kehormatan wanita bukan terletak pada penampilannya yang dapat mengundang perhatian setiap lelaki. Alih-alih kebanggaan dan penghormatan, ini justru penghinaan terhadap wanita. Keagungan wanita terletak pada kemampuan menjaga hijab, rasa malu dan iffah yang telah diamanatkan Allah Swt kepada kaum hawa dan memadukan semua ini dengan kebermatabatannya sebagai mukminah dan kepekaannya terhadap tugas dan kewajibannya. Sebagaimana harus menjaga kelemah-lembutannya sebagai wanita, ia juga harus menggunakan ketajaman iman yang dimilikinya.

Kombinasi antara lemah lembut dan ketajaman seperti ini hanya ada dalam diri wanita. Ini merupakan satu keistimewaan yang dianugerahkan Allah Swt kepada kaum wanita. Sebab itu, untuk teladan keimanan bagi seluruh manusia dan bukan hanya untuk kaum wanita, Al-Quran menampilkan dua sosok perempuan;

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ

"Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman." (QS.66.11)

وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ

"Dan Maryam puteri Imran..." (QS.66.12)

Sosok pertama adalah permaisuri Fir'aun dan sosok kedua adalah Sayyidah Maryam puteri Imran. Ini adalah isyarat dan tanda yang memperlihatkan bagaimana logika Islam.

Revolusi kita adalah revolusi ala Zainab. Dalam revolusi ini sejak awal kaum perempuan selalu memainkan salah satu peranan yang paling menonjol. Lebih dari itu, dalam peristiwa besar perang delapan tahun, peranan kaum ibu dan isteri tidak kalah beratnya dengan peranan para mujahidin sendiri. Bayangkan, seorang ibu telah rela melepaskan anaknya ke medan perang, padahal sang anak selama 17, 18, atau 20 tahun ia besarkan dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Ia bahkan rela meskipun tidak jelas apakah jasad si anak akan kembali seandainya ia gugur di medan perang. Betapa jauh perbedaan derita ibu dengan penderitaan sang anak. Sang ibu begitu menderita, sedangkan sang anak pergi ke medan laga dengan penuh kobaran semangat kepemudaan, keimanan dan revolusioner. Jadi, seandainyapun tidak lebih besar dari perjuangan sang anak, kerelaan sang ibu sudah pasti tak kalah besarnya dari perjuangan sang anak, apalagi ketika jasad sang anak kembali kepadanya, sang ibu bangga mendapatkan anaknya telah gugur sebagai syahid. Ini jelas bukan perkara yang kecil. Gerakan kaum ibu dalam revolusi kita adalah gerakan ala Zainab.

Saudara dan saudariku yang mulia, sedemikian rupalah revolusi kita bergerak maju. Ketangguhan dan keagungan revolusi kita bergantung pada hal-hal seperti ini, pada kepasrahan jiwa di depan spiritualitas, pada ketertarikan kepada ridha Ilahi. Ketika musuh bermaksud merendahkan Zainab Al-Kubro dengan tragedi yang telah menimpanya, beliau justru berkata;

مَا رَأَيْتُ اِلاَّ جَمِيْلاً

"Aku tidak melihat apapun kecuali keindahan."

Keindahanlah yang beliau katakan walaupun saudara, anak kandung dan kerabat tercintanya gugur dibantai dan bahkan kepala mereka ditancapkan ke tombak oleh pihak musuh di depan mata beliau. Keindahan model apakah ini? Padukan keindahan ini dengan apa yang telah diriwayatkan bahwa beliau bahkan tetap tidak meninggalkan solat malamnya pada malam ke-11 (bulan Muharram). Statusnya sebagai tawanan tidak membuat beliau merasa perlu mengurangi kedekatan dan ketertambatan batinnya pada Allah Swt. Sebaliknya, beliau semakin dekat dan tertambat kepada Allah Swt. Inilah beliau sebagai wanita teladan.

Hakikat seperti inilah yang meresap pada masyarakat dan revolusi kita dan yang telah membuat revolusi kita menjadi sedemikian agung. Inilah yang membuat bangsa Iran menjadi inspirator bagi bangsa-bangsa lain, meskipun musuh sedemikian gigih mengganggunya. Bangsa Iran sekarang adalah bangsa inspirator di mata bangsa-bangsa Muslim. Ini realitas walaupun musuh menolak dan berusaha menyembunyikannya.

Ketangguhan bangsa ini terletak bukan pada roket, tank, jet tempur dan sarana perang lainnya. Perlengkapan ini tentu diperlukan dan, alhamdulillah, kita memilikinya, namun kekuatan bangsa ini terletak pada keimanannya. Berkat inayah dan pertolongan Ilahi, bangsa kita juga mengalami lompatan besar di berbagai sektor perangkat keras. Fasilitas yang kita miliki sekarang tak dapat dibandingkan dengan fasilitas yang kita miliki pada masa-masa awal pasca revolusi, apalagi pra-revolusi, dan tidak pula dapat dibandingkan dengan kebanyakan negara lain yang selama ini terlihat tentram dan bergantung pada pihak-pihak asing dan musuh. Alhamdulillah, dari aspek inipun bangsa Iran sudah sangat maju.

Betapapun demikian, semua ini bukanlah sumber kekuatan kita. Sumber kekuatan negara Islam dan bangsa Muslim adalah keimanan yang tertanam dalam sanubari. Keimanan inilah yang membuat seseorang tidak terpengaruh oleh soal adanya fasilitas materi atau tidak di tangannya. Sebagaimana 30 tahun silam, sekarangpun bangsa Iran tetap resisten di depan embargo, intimidasi, serangan militer, kejahatan dan aksi-aksi makar politik dan keamanan yang dilancarkan pihak musuh. Sedemikian rupa bangsa kita ini berkembang pesat dari hari ke hari. Alih-alih mandeg dan apalagi mundur, bangsa kita mengalami kemajuan dengan laju kecepatan yang bahkan di atas standar normal. Maka dari itu, substansi keimananlah yang membuat bangsa Iran sedemikian besar dan agung.

Orang-orang tak berakal sekarang mengancam Iran! Presiden Amerika Serikat (AS ) pekan lalu mengisyaratkan ancaman serangan nuklir. Ancaman ini tentu tak ada artinya di mata bangsa Iran. Tapi yang menarik ialah bahwa ini merupakan satu belang hitam bagi sejarah politik AS dan kinerja pemerintah negara ini. Mengeluarkan ancaman nuklir tak ubahnya dengan membongkar apa yang sesungguhnya terjadi di balik sandiwara perdamaian, kemanusiaan dan komitmennya kepada perjanjian nuklir. Ancaman ini mengubah retorika musang menjadi retorika serigala. Selama ini pemerintah AS mengatakan, "Kami menjulurkan tangan persahabatan", tapi sekarang terungkap apa sesungguhnya yang hendak diburu oleh sosok pemangsa ambisius dengan karakternya yang khas itu. Mereka ingin menancapkan dominasinya di dunia melalui kekuatan nuklir. Obsesi seperti ini sudah menjadi watak semua pemilik senjata nuklir. Mereka mengandalkan kekuatan nuklir untuk dapat menguasai bangsa-bangsa dunia. Tak satupun diantara mereka bersedia meneken dan apalagi mematuhi perjanjian nuklir yang diprakarsai Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Kebohongan mereka sudah sedemikian jelas. Parahnya, mereka tak segan-segan mengecam dan menuding negara lain tidak mematuhi perjanjian nuklir. Duduk persoalan yang sebenarnya ialah bahwa mereka tidak mau ada pesaing di bidang energi nuklir dan apalagi rival dalam hal senjata nuklir.

Kebijakan nuklir kita sudah sangat transparan. Kita sudah berulangkali menegaskan bahwa kita bukan jenis manusia yang ingin menggunakan senjata destruksi massal. Tapi mereka juga harus tahu bahwa ketika sudah berhadapan dengan rakyat maka gertakan apapun tidak akan pernah bisa menaklukkan kekuatan rakyat. Rakyat Iran memastikan bahwa sedahsyat apapun musuh menebar ancaman, musuh pada akhirnya akan terhina dan bertekuk lutut.

Lembaga-lembaga dunia harus bertindak tegas dan tidak berhak mengabaikan ancaman Presiden AS tersebut. Mengapa dia harus mengeluarkan ancaman nuklir? Mengapa dia harus mengancam dunia dengan kerusakan? Mengapa dia sedemikian berani berbuat kesalahan sedemikian fatal? Siapapun tidak boleh sewenang-wenang terhadap umat manusia dengan ancaman sedemikian rupa. Mengucapkan ancaman itu saja sudah salah, walaupun tidak disertai niat untuk membuktikan ancamannya. Pernyataan bernada ancaman terhadap perdamaian umat manusia dan keamanan masyarakat dunia itu tidak boleh disepelekan.

Tentu, bangsa Iran sama sekali tidak gentar di depan gertakan seperti itu. Bangsa Iran pantang mundur. Kita tidak mungkin akan membiarkan AS berdominasi untuk kedua kalinya terhadap negara kita melalui cara-cara seperti itu. AS sampai sekarang masih berangan-angan dan bermimpi dapat menancapkan lagi dominasinya di negeri ini melalui rezim despotik dan pengkhianat Pahlevi -laknat Allah dan segenap hamba-Nya atas mereka-.

Ketahuilah, dengan taufik, pertolongan dan anugerah Ilahi kita akan terus bergerak maju di segala bidang, meskipun musuh terus menebar ulah. Para pemuda kita tidak akan pernah berhenti bekerja keras. Insya Allah, ketajaman iman dan kecerdasan para pemuda dan segenap bangsa kita akan selalu dapat mengatasi ancaman-ancaman musuh dan aksi-aksi makar yang bertujuan mengacaukan situasi dalam negeri kita seperti yang terjadi tahun 2009 lalu.

Bangsa kita adalah bangsa yang cerdas dan berhias iman. Kita memohon kepada Allah semoga dengan berkah doa-doa suci Hazrat Baqiyyatullah al-A'dham -arwahuna fidahu- kecerdasan ini terus bertambah. Insya Allah, bangsa kita akan jaya di semua bidang. Insya Allah, kalian, para pemuda, pada masa depan yang tidak terlalu jauh akan dapat menyaksikan dan merasakan keagungan dan kemajuan negara kalian dimana para adi daya sekalipun akan membutuhkan kalian.

Semoga rahmat Allah senantiasa tercurah kepada arwah pemimpin besar kita, Imam Khomeini (ra) dan arwah para syuhada. Semoga Allah SWT melimpahkan inayah dan pertolongan-Nya untuk Anda semua.

Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Pidato Rahbar Depan Para Perawat Iran Menyambut Milad Hazrat Zainab Al-Kubra AS

21/04/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar