
Telah diriwayatkan yang jalan ceritanya sampai ke Imam Muhammad Al-Bâqir bahwa beliau mendengar Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri (sahabat Rasulullah saw) berkata, "Saya datang ke rumah Fâthimah Al-Zahrâ` dan di hadapannya ada sebuah papan yang padanya ada nama-nama washi (penerima wasiat yang melanjutkan kepemimpinan Islam setelah Rasul), lalu saya hitung semuanya ada dua belas nama, dan yang terakhir adalah Al-Qâim (julukan lain bagi Imam Al-Mahdi), tiga orang dari mereka bernama Muhammad dan empat orang dari mereka bernama ‘Ali---shalawatullah ‘alaihim ajma‘in." (Sîrah Al-A`immah Al-Itsnâ ‘Asyar 2/529)
Al-Asbagh bin Nubâtah berkata: Saya datang kepada Amirul Mu`minin (julukan Imam ‘Ali), lalu saya lihat dia sedang tafakkur memperhatikan bumi. Saya bertanya, "Apakah engkau senang kepadanya?" Beliau berkata, "Tidak, demi Allah aku tidak suka kepadanya dan juga kepada dunia satu hari pun, akan tetapi aku sedang berfikir tentang anak yang lahir (imam) yang kedua belas dari keturunanku, dia adalah Al-Mahdi yang akan mengisi bumi ini dengan keadilan sebagaimana bumi ini telah diliputi oleh kezaliman dan ketidakadilan, dia akan mengalami kegaiban, dan ketika pada masa itu sebagian orang tersesat dan yang lainnya mendapat petunjuk." Saya bertanya, "Wahai Amirul Mu`minin! Apakah ini akan terjadi?" Dia berkata, "Ya, sesunguhnya dia akan diciptakan dan sesungguhnya aku dengan ilmu menceritakan hal ini kepadamu wahai Asbagh! Mereka itu orang-orang terbaik bersama orang-orang terbaik dari ‘itrah ini." Saya bertanya, "Apa yang bakal terjadi setelah itu?" Dia berkata, "Allah akan berbuat menurut yang Dia kehendaki." (Sîrah Al-A`immah Al-Itsnâ ‘Asyar 2/528)
Fase Kegaiban
Kepemimpinan (imâmah) Al-Mahdi telah dimulai dari sejak ayahnya wafat pada tahun 260 H. Ketika itu usia beliau 4,5 tahun. Setelah itu sampai waktu yang dikehendaki Allah terjadilah ghaibah atas diri beliau. Ghaibah atau kegaiban beliau itu ada dua fase: ghaibah shughrâ (gaib kecil) dan ghaibah kubrâ (gaib besar)
Selama beliau dalam ghaibah shughrâ, beliau berhubungan dengan para pengikutnya, namun dengan perantaraan duta-dutanya yang empat secara bergantian. Duta, safir atau wakil yang pertama adalah (1) ‘Utsmân bin Sa‘id Al-‘Umari. Setelah dia meninggal digantikan oleh putranya (2) Muhammad bin ‘Utsmân Al-‘Umari. Setelah safir yang kedua wafat, diganti oleh duta yang ketiga, yaitu (3) Al-Husain bin Ruh Al-Naubakhti, dan setelah wafat beliau diganti oleh yang keempat yang bernama (4) ‘Ali bin Muhammad Al-Samri. Duta yang keempat ini wafat pada 329 H dan ketika itu usia Imam Al-Mahdi 74 tahun. Jadi selama 69,5 tahun disebut gaib kecil. Adapun kegaiban besarnya (ghaibah kubra) dimulai dari sejak wafat wakil beliau yang keempat sampai waktu yang ditentukan Allah ‘azza wa jalla.
Tentang dua fase kegaiban itu Imam Ja‘far Al-Shâdiq berkata, "Sesungguhnya bagi orang yang punya urusan ini ada dua kegaiban; yang salah satunya sangat panjang hingga sebagian orang berkata, 'Dia telah meninggal.' Dan sebagiannya lagi mengatakan, 'Dia telah terbunuh.' Dan sebagiannya lagi mengatakan, 'Dia telah pergi.' Sehingga tidak tersisa atas perkaranya dari sahabat-sahabatnya melainkan sekelompok kecil." (Mîzân Al-Hikmah 1/281)
Imam Muhammad Al-Bâqir as berkata, "Sesungguhnya bagi Al-Qâ`im ada dua kegaiban, dikatakan orang pada salah satunya, 'Dia telah meninggal.' Dan yang sebenarnya dia tidak diketahui pada lembah yang mana dia menempuh." (Mîzân Al-Hikmah 1/281)
Hikmah Kegaiban
Para perawi telah menyebutkan tentang kegaiban Imam Al-Mahdi as dan sebab-sebabnya. Mereka meriwayatkan dari Imam Ja‘far Al-Shâdiq as dan Imam Mûsâ Al-Kâzhim as bahwa Allah ‘azza wa jalla telah menyembunyikan kelahiran dan kegaibannya dari manusia agar tidak ada bai‘at kepada seseorang di pundaknya.
Mereka juga meriwayatkan dari Imam Muhammad Al-Bâqir as bahwa dia digaibkan karena takut kepada Banî ‘Abbâs. Dan pada riwayat ‘Abdullâh bin Al-Fadhl Al-Hâsyimi disebutkan: Imam Ja‘far Al-Shâdiq as ketika menjawab pertanyaan orang kepadanya tentang hikmah kegaibannya, beliau berkata, "Sesungguhnya perkara ini hikmahnya tidak akan tersingkap dengan jelas, kecuali setelah munculnya Al-Mahdi sebagaimana tidak terbuka wajah hikmah pada apa-apa yang Allah berikan kepada Nabi Khadir as melainkan setelah dia berpisah dari Musa as." Kemudian Imam Ja‘far Al-Shâdiq as berkata, "Sesungguhnya perkara ini adalah perkara Allah, rahasia ini adalah dari rahasia-rahasia-Nya dan kegaiban ini dari kegaiban-Nya. Jika kita yakin bahwa Dia adalah maha bijaksana, pasti kita akan membenarkan bahwa perbuatan-Nya seluruhnya mengandung hikmah (kebijaksanaan) di dalamnya sekalipun wajah hikmah tersebut tidak terbuka buat kita."
Maka kegaiban Al-Mahdi as itu kita kembalikan saja kepada Allah ‘azza wa jalla sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Abdullâh bin Al-Fadhl dari Imam Ja‘far Al-Shâdiq as bahwa tidak lain kewajiban kita melainkan menerima dan menetapi (taslim dan iltizâm) kepada apa yang telah ditentukan oleh kehendak-Nya.
Rasulullâh saw pernah ditanya orang, "Apakah para pengikut Ahlulbait akan mendapatkan manfaat dengan Al-Qâ`im (Imam Al-Mahdi) pada masa kegaibannya?" Beliau menjawab, "Ya, demi Tuhan yang telah membangkitkanku dengan kenabian, sesungguhnya mereka akan mendapatkan manfaat dengannya dan akan mendapatkan cahaya dengan cahaya wilayahnya pada masa kegaibannya, seperti orang-orang mendapatkan manfaat dengan matahari sekalipun terhalang oleh awan." (Mîzân Al-Hikmah 1/289)
Imam Al-Mahdi as sendiri mengatakan, "Adapun dari sisi mendapatkan manfaat denganku pada masa gaibku nanti adalah seperti mandapatkan manfaat dengan matahari dikala ia tidak terlihat karena tertutup awan, dan sesungguhnya aku adalah pengaman bagi penduduk bumi sebagaimana bintang-bintang menjadi pengaman bagi penduduk langit." (Mîzân Al-Hikmah 1/289)
Beriman kepada Qudrah dan Irâdah Allah
Mungkin ada orang yang merasa keberatan menerima kepemimpinan Imam Al-Mahdi as, dikarenakan dia gaib dan usianya yang begitu panjang (1173 tahun) meskipun telah banyak orang-orang yang dipanjangkan usianya sebelum beliau as seperti halnya Nabi ‘Isâ as, dan Al-Quran telah menyangkal dan membohongkan orang-orang yahudi yang mengklaim telah mebunuhnya. Nabi Nûh as dipanjangkan usianya oleh Allah sampai 2500 tahun, dan seandainya usia Al-Masih masih samar buat kita, maka umur Nabi Nûh as cukup panjang dibandingkan dengan Imam Al-Mahdi as. Beliau telah hidup selama 850 tahum sebelum bi'tsah (diangkat nabi), 950 tahun bersama kaumnya mengajak mereka kepada Allah hingga terjadi air bah, dan 700 tahun setelah banjir besar. Dan ini merupakan saksi bahwa ada manusia yang hidup di dunia dalam zaman yang panjang.
Di dalam sunnah disebutkan ada beberapa orang yang dipanjangkan usianya, dan ini dapat menguatkan hakikat ini. Antara lain Luqman bin Ka‘ab yang dikenal dengan Al-Mustaughir hidup 400 tahun, dia meninggal sebelum Islam yang disampaikan Rasulullah saw, ‘Abdullah bin Balqah Al-Ghasani lebih dari 350 tahun usianya, Nabi Al-Khadir as masih hidup sampai saat ini, beliau adalah cucu dari Nabi Nûh as, nama beliau adalah Balyâ bin Malkân bin Sâm bin Nûh, dan para penghuni gua hidup ratusan tahun, mereka ditidurkan Allah di dalam gua selama 309 tahun dengan kondisi badan tidak berubah.
Ringkasan
Imam Al-Mahdi as adalah khalifah Rasulullah saw yang dilupakan oleh sebagian kaum muslimin. Nama mulia beliau sama dengan nama Nabi yang terakhir, tetapi dipesankan bahwa untuk beliau sebut saja gelarnya. Al-Mahdi atau Al-Hujjah bin Hasan bin ‘Ali bin Muhhamad bin ‘Ali bin Musâ bin Ja‘far bin Muhammad bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thâlib.
Beliau dilahirkan pada malam nishfu Sya‘bân malam Jumat pada tahun 255 H. Setelah ayahnya wafat (260 H), imâmah (khilâfah) pindah kepadanya, dari sejak itu sampai usia beliau mencapai 74 tahun, beliau kerap kali berada di rumah ayahnya, berhubungan dengan para pengikutnya, tetapi melalui empat orang yang beliau pilih sebagai wakilnya, dan pada masa ini disebut ghaibah shughra (kegaiban kecil). Dan ketika pencarian atas beliau diperketat dan rumahnya dikepung penguasa Bani ‘Abbâs, beliau keluar dengan inayah Allah ‘azza wa jalla sebagaimana telah terjadi atasnya lebih dari satu kali, dan dari sejak beliau meninggalkan rumahnya sampai Allah mengizinkan muncul disebut ghaibah kubrâ (kegaiban besar).
Imam Al-Mahdi adalah Imam yang kedua belas dari Ahlulbait Nabi saw. Beliau keturunan Rasulullah dan menurut nubuwwah-nya, beliau akan muncul di akhir zaman sekali untuk tampil memimpin ummat manusia dan akan menegakkan kebenaran dan keadilan diseluruh bumi ini sebagaimana sebelumnya bumi ini telah diliputi oleh kezaliman dan keburukan. Allah akan men-zhahir-kan Islam ini dengan beliau sekalipun orang-orang kâfir, orang-orang munâfiq dan orang-orang musyrik tidak suka. []
Abu Zahra @Ama Nov.2009
Daftar Bacaan
1. Shahîh Al-Bukhâri, oleh Muhammad bin Ismâ‘il Al-Bukhâri.
2. Sunan Abî Dâwud, oleh Abu Dâwud.
3. Al-Mustadrak ‘alâ Al-Shahîhain, oleh Al-Hâkim.
4. Al-Mîzan fî Tafsîr Al-Qurân, oleh Muhammad Husain Al-Thabathai.
5. Sîrah Al-Aimmah Al-Itsnâ ‘Asyar, oleh Hâsyim Ma‘ruf Al-Hasani.
6. Fadhâil Al-Khamsah, oleh Al-Sayyid Murtadhâ Al-Husaini.
7. ‘Iqdu Al-Durar fî Akhbâr Al-Muntazhar, oleh Yusuf bin Yahyâ
8. Bihâr Al-Anwâr, oleh Al-Syaikh Al-Majlisi.
Assalamualaikum , bismillahirahmanirahim consists of 19 numbers , 1:19 = 0,052631578947368421|052631578947368 , 5+2+6+3+1+5+7+8+9+4+7+3+6+8+4+2+1=81 , 1:81 = 0,012345679012345679012345679012346 < look at this numbers but a number 8 is gone , in view also in the palm of your left hand, there are arabic numbers 81, 18 right hand . There is a connection with number 8 twin 22 . Wasalamualaikum
BalasHapus